BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Sebenarnya
penelitian Agama sudah dilakukan beberapa abad yang lalu namun hasil
penelitiannya masih dalam bentuk aktual atau perbuatan saja belum dijadikan
sebagai ilmu. Setelah bertambahnya gejala-gejala agama yang berbentuk sosial
dan budaya, ternyata penelitian dapat dijadikan sebagai ilmu yang khusus dalam
rangka menyelidiki gejala-gejala agama tersebut.
Perkembangan
penelitian Agama pada saat ini sangatlah pesat karena tuntutan-tuntutan
kehidupan sosial yang selalu mengalami perubahan. Kajian-kajian agama memerluka
relevansi dari kehidupan sosial berlangsung, permasalahan-permasalahan seperti
inilah yang mendasari perkembangan penelitian-penelitian Agama guna mencari
relevansi kehidupan sosial dan agama.
Dewasa ini
penelitian Agama diisi dengan penjelasan mengenai kedudukan penelitian Agama
dalam konteks penelitian pada umumnya, elaborasi mengenai penelitian Agama dan
penelitian keagamaan dan konstruksi teori penelitian keagamaan, dari beberapa
penjelasan singkat tersebut maka pemakalah perlu mengkaji secara rinci terhadap
penjelasan tersebut.
I.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka
muncul beberapa pertanyaan, yaitu:
1. Apa pengertian penelitian Agama
dan penelitian keagamaan?
2. Bagaimana perbedaan antara
penelitian Agama dan penelitian
keagamaan?
3. Bagaimana Konstruksi teori
penelitian keagamaan?
4. Bagaimana bentuk model-model
penelitian keagamaan itu?
BAB
II
Pembahasan
II.1. Arti penelitian Agama
Penelitian
(research) adalah upaya sistematis dan objektif untuk mempelajari suatu masalah
dan menemukan prinsip-prinsip umum. Selain itu, penelitian juga berarti upaya
pengumpulan informasi yang bertujuan untuk menambah pengetahuan. Pengetahuam
manusia tumbuh dan berkembang berdasarkan kajian-kajian sehingga terdapat
penemuan-penemuan, sehingga ia siap merevisi pengetahuan-pengetahuan masa lalu
melelui penemuan-penemuan baru.
Penelitian
dipandang sebagai kegiatan ilmiah karena menggunakan metode keilmuan, yakni
gabungan antara pendekatan rasional dan pendekatan empiris. Pendekatan rasional
memberikan kerangka pemikiran yang koheren dan logis. Sedangkan pendekatan
empiris merupakan kerangka pengujian dalam memastikan kebenaran. Dimana metode
ilmiah sendiri adalah usaha untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan
menggunakan kesangsian sistematis.
Menurut David H.
Penny, penelitian adalah pemikiran yang sistematis mengenai berbagai jenis
masalah yang pemecahannya memerlukan pengumpulan dan penafsiran kata-kata. Di
kalangan kaum akademisi dan aktivis sosial khususnya, agama saat ini tidak
hanya dipandang sebagai seperangkat ajaran (nilai), dogma atau sesuatu yang
bersifat normatif lainnya, tetapi juga dilihat sebagai suatu case study, studi
kasus yang menarik bagaimana agama dilihat sebagai obyek kajian untuk diteliti.
Dalam perspektif budaya, Agama dilihat bagaimana yang ilahi itu menghistoris
(menyejarah) di dalam praktek tafsir dan tindakan sosial. Sehingga dengan
demikian agama bukannya sesuatu yang tak tersentuh (untouchable), namun sesuatu
yang dapat diobservasi dan dianalisis karena perilaku keberagamaan itu dapat
dilihat, dan dirasakan. Terlebih di dalam masyarakat yang agamis seperti
Indonesia, yang menempatkan agama sebagai bagian dari identitas keindonesiaan
tentu ada banyak problem keagamaan yang menarik untuk diungkap. Kita tidak akan
pernah tahu rahasia Agama dan keberAgamaan masyarakat bila kita tidak mampu
melakukan penelitian atau kajian, seperti mengapa seseorang itu menjadi sangat
militan dengan ajaran agama dan madzhabnya, atau mengapa antar komunitas agama
saling berkonflik dan seterusnya.
PETA KONSEP AGAMA

Para ilmuwan
sendiri beranggapan bahwa agama juga merupakan objek kajian atau penelitian,
karena agama merupakan bagian dari kehidupan sosial kultural. Jadi, penelitian
agama bukanlah meneliti hakikat agama dalam arti wahyu, melainkan meneliti
manusia yang menghayati, meyakini, dan memperoleh pengaruh dari Agama. Dengan
kata lain, penelitian Agama bukan meneliti kebenaran teologi atau filosofi
tetapi bagaimana agama itu ada dalam kebudayaan dan sistem sosial berdasarkan
fakta atau realitas sosial-kultural. Jadi, kata Ahmad Syafi’i Mufid, kita tidak
mempertentangkan antara penelitian Agama dengan penelitian sosial terhadap
agama. Dengan demikian kedudukan penelitian Agama adalah sejajar dengan
penelitian-penelitian lainnya, yang membedakannya hanyalah objek kajian yang
ditelitinya.
Jika penelitian
berpijak pada hipotesa, maka tujuan penelitian jelas akan menguji hipotesa.
Data digali untuk menguji, bukan membuktikan. Ini jelas sesuai dengan tujuan
dari penelitian yakni mencari kebenaran bukan mencari kebenaran.
II.2. Penelitian Agama dan Penelitian
KeAgamaan
Menurut M. Atho
Mudzhar, beliau menginformasikan bahwa sampai sekarang istilah penelitian Agama
dengan penelitian keagamaan belum diberi batasan yang tegas. Penggunaan istilah
yang pertama (penelitian Agama) sering juga dimaksudkan mencakup pengertian
istilah yang kedua (penelitian keagamaan), dan begitu sebaliknya. Salah satu
contoh yang diungkapkan oleh M. Atho Mudzhar adalah pernyataan A. Mukti Ali
yang ketika membuka program pelatihan Penelitian Agama (PLPA) menggunakan kedua
istilah tersebut dengan arti yang sama.
Middleton, guru
besar antroplogi di New York University berpendapat, “penelitian Agama berbeda
dengan “penelitian keAgamaan”, yang pertama lebih menekankan pada materi Agama
sehingga sasaran pada tiga elemen pokok yaitu: ritus, mitos dan magik. Yang
kedua lebih menekankan pada agama sebagai sistem atau sistem keagamaan
(religious system). Sedangkan sasaran “penelitian Agama” adalah agama sebagai
doktrin sedangkan sasaran penelitian keagamaan adalah agama sebagai gejala
sosial. Sampai disini lalu terlihat bahwa batasan pengertian yang ditawarkan
Mukti Ali, penelitian Agama sebagai penelitian tentang hubungan timbal balik
antara agama dan masyarakat, terlihat berat sebelah. Sebab definisi justru baru
mewakili arti penelitian keagamaan yang lebih bersifat sosiologis dan belum
mencerminkan arti penelitian Agama yang lebih bersifat penelitian budaya.
Untuk Penelitian
Agama yang sasarannya adalah agama sebagai doktrin, pintu pengembangan
metodologi penelitian tersendiri sudah terbuka, bahkan sudah pernah dirintis.
Adanya ilmu Ushul Fikih sebagai metode untuk mengistinbatkan hukum dalam agama
islam, dan Ilmu Mustalah Hadist sebagai metode untuk menilai akurasi dan
kekuatan sabda nabi Muhammad SAW merupakan bukti adanya keinginan untuk
mengembangkan metodologi penelitian sendiri, meskipun masih ada perdebatan
dikalangan para ahli tentang setuju dan tidaknya terhadap materi kedua ilmu
tersebut.
Untuk Penelitian
keagamaan yang sasarannya adalah Agama sebagai gejala sosial, tidak perlulah
membuat metodologi penelitian tersendiri. Penelitian ini cukup meminjam
metodologi penelitian sosial yang telah ada. Memang kemungkinan lahirnya suatu
ilmu tidak pernah tertutup, tetapi tujuan peniadaannya adalah agar sesuatu ilmu
jangan dibuat secara artifisial karena semangat yang berlebihan.
Dalam pandangan
Juhaya S Praja, penelitian Agama adalah penelitian tentang asal-usul Agama, dan
pemikiran serta pemahaman penganut ajaran Agama tersebut terhadap ajaran yang
terkandung didalamnya. Dengan demikian, jelas juhaya, terdapat dua bidang
penelitian Agama, yaitu sebagai berikut:
a. Penelitian tentang sumber ajaran
Agama yang telah melahirkan disiplin ilmu tafsir dan ilmu hadist.
b. Pemikiran dan pemahaman terhadap
ajaran yang terkandung dalam sumber ajaran Agama itu.
Sedangkan penelitian tentang hidup
keagamaan adalah penelitian tentang praktik-praktik ajaran Agama yang dilakukan
oleh manusia secara individual dan kolektif. Berdasarkan batasan tersebut,
penelitian hidup keagamaan meliputi hal-hal berikut:
a.
Perilaku individu dan
hubungannnya dengan masyarakatnya yang didasarkan atas Agama yang dianutnya.
b.
Perilaku masyarakat atau
suatu komunitas, baik perilaku politik, budaya maupun yang lainnya yang
mendefinisikan dirinya sebagai penganut suatu Agama.
c.
Ajaran Agama yang
membentuk pranata sosial, corak perilaku, dan budaya masyarakat beragama.
II.3. Konstruksi teori penelitian
keAgamaan
Dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta Mengartikan konstruksi adalah cara
membuat (menyusun) bangunan – bangunan (jembatan dan sebagainya) dan dapat pula
berarti susunan dan hubungan kata di kalimat atau di kelompok kata. Sedangkan
teori berarti pendapat yang dikemukakan sebagai suatu keterangan mengenai suatu
peristiwa (kejadian) dan berarti pula asas-asas dan hukum-hukum umum yang dasar
suatu kesenian atau ilmu pengetahuan. Selain itu, teori dapat pula berarti
pendapat, cara-cara, dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu.
Teori-teori yang digunakan dalam
penelitian adalah sebagai berikut:
a. Teori perubahan sosial
b. Teori struktural-fungsional
c. Teori antropologi dan sosiologi
Agama
d. Teori budaya dan tafsir budaya
simbolik
e. Teori pertukaran sosial
f. Teori sikap
Dengan demikian,
penelitian diatas meminjam teori-teori yang dibangun dalam ilmu-ilmu sosial. Ia
disebut penelitian keagamaan dalam pandangan Middleton atau penelitian hidup
Agama dalam pandangan Juhaya S. Praja.
II.4. Model- model Penelitian
Keagamaan
Berbagai gejala
keagamaan dapat diteliti dengan berbagai bentuk penelitian. Bentuk-bentuk
penelitian serta klasifikasi metode penelitian dapat dibedakan berdasarka
tujuan penelitian. Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, penelitian keagamaan
dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Penelitian Eksploratif
b. Penelitian Deskriptif
c. Penelitian Historis
d. Penelitian korelasional
e. Penelitian Eksperimen
Adapun model
penelitian yang ditampilkan di sini disesuaikan dengan perbedaan antara penelitian
Agama dan penelitian keagamaan. Akan tetapi, disini dikutip karya Djamari
mengenai metode sosiologi dalam kajian Agama, yang secara tidak langsung
memperlihatkan model-model penelitian Agama melalui pendekatan sosiologis.
Djamari, dosen pascasarjana IKIP Bandung, menjelaskan bahwa kajian sosiologi
Agama menggunakan metode ilmiah. Yaitu:
a.
Analisis Sejarah
Dalam hal ini,
sejarah hanya sebagai metode analisis atas dasar pemikiran bahwa sejarah dapat
menyajikan gambaran tentang unsur-unsur yang mendukung timbulnya suatu lembaga.
Pendekatan sejarah bertujuan untuk menemukan inti karakter Agama dengan
meneliti sumber klasik sebelum dicampuri yang lain.
Seperti halnya
Agama Islam, sejarah mencatat bahwa ia adalah Agama yang diturunkan melalui
Nabinya yaitu Muhammad SAW berdasarkan kitab sucinya yaitu Al-Qur’an yang
ditulis dalam bahasa arab. Islam diturunkan bukan untuk satu bangsa saja
melainkan untuk seluruh bangsa secara universal. Sedangkan Agama lain ada yang
hanya diturunkan untuk satu bangsa saja seperti yahudi untuk ras yahudi saja.
Menurut ahli
perbandingan Agama seperti A. Mukti Ali, apabila kita ingin memahami sebuah
Agama maka kita harus mengidentifikasi lima aspek yaitu konsep ketuhanan,
pembawa Agama atau nabi, kitab suci, sejarah Agama, dan tokoh-tokoh terkemuka
Agama tersebut.
b.
Analisis Lintas Budaya
Dengan membandingkan pola-pola sosial
keagamaan di beberapa daerah kebudayaan, sosiolog dapat memperoleh gambaran
tentang korelasi unsur budaya tertentu atau kondisi sosiokultural secara umum.
c.
Eksperimen
Penelitian yang menggunakan
eksperimen agak sulit dilakukan dalam penelitian Agama. Namun, dalam beberapa
hal, eksperimen dapat dilakukan dalam penelitian Agama, misalnya untuk
mengevaluasi perbedaan hasil belajar dari beberapa model pendidikan Agama.
d.
Observasi Partisipatif
Dengan partisipasi dalam kelompok,
peneliti dapat mengobservasi perilaku orang-orang dalam konteks religius. Orang
yang diobservasi boleh mengetahui bahwa dirinya sedang diobservasi atau secara
diam-diam. Diantara kelebihan penelitian adalah memungkinkannya pengamatan
simbolik antar anggota kelompok secara mendalam. Adapun salah satu kelemahannya
adalah terbatasnya data pada kemampuan observer.
e.
Riset Survey dan Analisis Statistik
Penelitian survey dilakukan dengan penyusunan
kuesioner, interview dengan sampel dari suatu populasi. Sampel dapat berupa
organisasi keagamaan atau penduduk suatu kota atau desa.
f.
Analisis Isi
Dengan metode ini, peneliti mencoba
mencarai keterangan dari tema-tema Agama, baik berupa tulisan, buku-buku
khotbah, doktrin maupun deklarasi teks.
BAB
III
PENUTUP
Dari uraian diatas, maka dapat
disimpulkan:
1. Penelitian Agama berarti
menempatkan Agama sebagi objek penelitian
2. Perbedaan antara penelitian Agama
dan keagamaan adalah objek penelitiannya.
Penelitian Agama mengkaji Agama
sebagai doktrin sedangkan penelitian keagamaan objek penelitian yang dikaji
adalah Agama sebagai gejala sosial.
3. Teori dalam konstruksi penelitian
keAgamaan diantaranya Teori perubahan sosial, Teori struktural-fungsional,
Teori antropologi dan sosiologi Agama, Teori budaya dan tafsir budaya simbolik,
Teori pertukaran sosial, Teori sikap
4. Model-model penelitian keagamaan
diantaranya adalah Analisis Sejarah, Analisis Lintas Budaya, Eksperimen,
Observasi Partisipatif, Riset Survey dan Analisis Statistik, Analisis Isi
Demikian makalah ini kami susun, kami
menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi
tulisan maupun kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan agar menjadi lebih baik kedepannya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ali, M, Sayuthi, Metodologi
Penelitian Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Buchori, Didin Saefuddin, Metodologi
Studi Islam, Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005
Hadi, Amirul, Haryono, Metodologi
Penelitian Pendidikan, Bandung: Pustaka setia, 1998.
Hakim, Atang Abdul, Metodologi Studi
Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999.
Mudzhar, M. Atho, Pendekatan Studi
Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.